Rabu, 14 September 2016

Puisi Kontemporer

Kata kontemporer secara umum bermakna masa kini sesuai dengan perkembangan zaman atau selalu menyesuaikan dengan perkembangan keadaan zaman. Selain itu, puisi kontemporer dapat diartikan sebagai puisi yang lahir dalam kurun waktu terakhir. Puisi kontemporer berusaha lari dari ikatan konvensional puisi itu sendiri. Puisi kontemporer seringkali memakai kata-kata yang kurang memperhatikan santun bahasa, memakai kata-kata yang makin kasar, ejekan, dan lain-lain. Pemakaian kata-kata simbolik atau lambang intuisi, gaya bahasa, irama, dan sebagainya dianggapnya tidak begitu penting lagi.

Tokoh-tokoh puisi kontemporer di Indonesia saat ini, yaitu sebagai berikut:

    Sutardji Calzoum Bachri dengan tiga kumpulan puisinya O, Amuk, dan O Amuk Kapak
    Ibrahim Sattah dengan kumpulan puisinya Hai Ti
    Hamid Jabbar dengan kumpulan puisinya Wajah Kita

Puisi kontemporer dibedakan menjadi 3 yaitu

    Puisi mantra adalah puisi yang mengambil sifat-sifat mantra. Sutardji Calzoum Bachri adalah orang yang pertama memperkenalkan puisi mantra dalam puisi kontemporer. Ciri-ciri mantra adalah:

    Mantra bukanlah sesuatu yang dihadirkan untuk dipahami melainkan sesuatu yang disajikan untuk menimbulkan akibat tertentu
    Mantra berfungsi sebagai penghubung manusia dengan dunia misteri
    Mantra mengutamakan efek atau akibat berupa kemanjuran dan kemanjuran itu terletak pada perintah.

Contoh:

    Shang Hai

    ping di atas pong
    pong di atas ping
    ping ping bilang pong
    pong pong bilang ping

    mau pong? bilang ping
    mau mau bilang pong
    mau ping? bilang pong
    mau mau bilang ping

    ya pong ya ping
    ya ping ya pong
    tak ya pong tak ya ping
    ya tak ping ya tak pong
    sembilu jarakMu merancap nyaring
    (Sutardji Calzoum Bachri dalam O Amuk Kapak, 1981)

    Puisi mbeling adalah bentuk puisi yang tidak mengikuti aturan. Aturan puisi yang dimaksud ialah ketentuan-ketentuan yang umum berlaku dalam puisi. Puisi ini muncul pertama kali dalam majalah Aktuil yang menyediakan lembar khusus untuk menampung sajak, dan oleh pengasuhnya yaitu Remy Silado, lembar tersebut diberi nama "Puisi Mbeling". Kata-kata dalam puisi mbeling tidak perlu dipilih-pilih lagi. Dasar puisi mbeling adalah main-main. Ciri-ciri puisi mbeling adalah:

    Mengutamakan unsur kelakar; pengarang memanfaatkan semua unsur puisi berupa bunyi, rima, irama, pilihan kata dan tipografi untuk mencapai efek kelakar tanpa ada maksud lain yang disembunyikan (tersirat).

Contoh:

    Sajak Sikat Gigi

    Seseorang lupa menggosok giginya sebelum tidur
    Di dalam tidur ia bermimpi
    Ada sikat gigi menggosok-gosok mulutnya supaya terbuka

    Ketika ia bangun pagi hari
    Sikat giginya tinggal sepotong
    Sepotong yang hilang itu agaknya
    Tersesat di dalam mimpinya dan tak bisa kembali
    Dan ia berpendapat bahwa, kejadian itu terlalu berlebih-lebihan
    (Yudhistira Ardi Nugraha dalam Sajak Sikat Gigi, 1974)

    Menyampaikan kritik sosial terutama terhadap sistem perekonomian dan pemerintahan.
    Menyampaikan ejekan kepada para penyair yang bersikap sungguh-sungguh terhadap puisi. Dalam hal ini, Taufik Ismail menyebut puisi mbeling dengan puisi yang mengkritik puisi.

    Puisi konkret adalah puisi yang disusun dengan mengutamakan bentuk grafis berupa tata wajah hingga menyerupai gambar tertentu. Puisi seperti ini tidak sepenuhnya menggunakan bahasa sebagai media. Di dalam puisi konkret pada umumnya terdapat lambang-lambang yang diwujudkan dengan benda dan/atau gambar-gambar sebagai ungkapan ekspresi penyairnya.

Contoh:

    Doktorandus Tikus I

    selusin toga
    me
    nga
    nga
    seratus tikus berkampus
    diatasnya
    dosen dijerat
    profesor diracun
    kucing
    kawin
    dan bunting
    dengan predikat
    sangat memuaskan
    (F.Rahardi dalam Soempah WTS, 1983)

Penyusunan puisi kontemporer sebagai puisi inkonvensional ternyata juga perlu memerhatikan beberapa unsur sebagai berikut:

    Unsur bunyi; meliputi penempatan persamaan bunyi (rima) pada tempat-tempat tertentu untuk menghidupkan kesan dipadu dengan repetisi atau pengulangan-pengulangannya.

    Tipografi; meliputi penyusunan baris-baris puisi berisi kata atau suku kata yang disusun sesuai dengan gambar (pola) tertentu.

    Enjambemen; meliputi pemenggalan atau perpindahan baris puisi untuk menuju baris berikutnya.
    Kelakar (parodi); meliputi penambahan unsur hiburan ringan sebagai pelengkap penyajian puisi yang pekat dan penuh perenungan (kontemplatif)
Share:

0 komentar:

Posting Komentar

About

Seni Berpuisi